Wednesday, September 28, 2016

Trust or Honesty?



Saya pernah bertanya kepada beberapa teman, “Menurut kamu, dalam suatu relasi mana yang lebih utama, kepercayaan (trust) atau kejujuran (honesty)? Pertanyaan saya ini bukan untuk mencari mana yang paling benar atau betul, tapi hanya sekedar rasa ingin tahu saya untuk mengetahui pendapat atau pandangan atas pilihan mereka antara kepercayaan atau kejujuran. Jawaban dari pertanyaan ini pun beragam, ada yang memilih kepercayaan, ada pula yang memilih kejujuran dengan berbagai alasan yang diutarakan.
Apa pun jawaban yang dipilih dan alasan-alasan yang diutarakan, mungkin saja itu dilatar belakangi oleh suatu peristiwa yang pernah dialami sebelumnya dalam berelasi dengan seseorang.
Jika pertanyaan ini ditujukan kepada saya, saya akan menjawab kepercayaan (trust). Dalam permenungan saya, kepercayaan (trust), membuat orang yang dipercayai tersebut menjadi lebih kreatif dan lebih percaya diri, dalam mengekspresikan diri atau kemampuannya. Ia seperti mendapat suatu dorongan, daya (kekuatan), semangat, yang memampukannya untuk bertindak atau menunjukkan sesuatu yang ada dalam dirinya (bakat/talenta, pemberian diri) yang bahkan dapat melampaui dirinya sendiri. Ia menjadi dirinya sendiri. Ia merasa seperti diberi sesuatu yang sangat berharga, suatu penghargaan padanya; sesuatu yang perlu dilakukan dengan sukacita; sesuatu yang perlu dijaga dan dirawat (dikembangkan) dengan penuh rasa tanggung jawab.
Memang, terkadang hasilnya tidak langsung kelihatan dan sempurna seketika; terkadang masih perlu perbaikan sana-sini, atau jatuh bangun, tapi setidaknya orang tersebut telah mengalami suatu proses dengan usahanya dan kemampuannya sendiri. Ia belajar dari yang masih perlu banyak perbaikan, untuk menjadi lebih baik atau sempurna.sat
Kepercayaan (trust) di sini bukan suatu kepercayaan semu, tapi kepercayaan yang melahirkan suatu keterbukaan, kejujuran, cinta dan pemberian diri. Keterbukaan di sini berarti, terjalin suatu komunikasi yang baik antar pribadi (mendengarkan dan didengarkan). Komunikasi tidak hanya berupa pertukaran pengalaman atau cerita, tapi juga di dalamnya terjadi pertukaran emosi atau perasaan dengan kata lain, ada keterbukaan hati dalam mendengar dan berbicara. Dari situ dapat muncul benih cinta, pemberian diri, kesetiaan dan respect. Orang mendapat kepercayaan bukan saja dimulai dari kepercayaan yang diberikan kepadanya, tapi dapat juga dimulai dari suatu komunikasi yang biasa-biasa kemudian sampai pada keterbukaan hati yang lebih akrab, lalu kemudian melahirkan suatu kepercayaan.
Dalam menjalin relasi dengan siapa saja, entah itu relasi antara pasangan suami dan istri (pasutri), rekan kerja, pacaran, pertemanan dan lain sebagainya, terkadang sering mengalami hambatan bahkan dapat berakhir atau putusnya suatu relasi. Penyebab utamanya – disamping ada juga penyebab-penyebab lainnya – adalah hilangnya kepercayaan (memutuskan untuk tidak percaya lagi) terhadap orang yang mereka percayai. Kepercayaan seseorang mulai retak ketika, intensitas dari keterbukaan hati (komunikasi) mulai berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Biasanya di mulai dengan munculnya ketidakjujuran dan menyusul ketidakjujuran lainnya lagi, lagi dan lagi, sampai hilanglah rasa kepercayaan itu sendiri.
Pertanyaan mungkin yang dapat ditanyakan kepada diri kita masing-masing, sejauh mana kepercayaan yang kita berikan kepada orang terdekat kita? apa kepercayaan yang penuh atau semu? Sejauh mana kita telah menjaga dan merawat (mengembangkan) kepercayaan yang telah diberikan oleh orang-orang terdekat kita?

Jumat, 29 Juli 2016

No comments:

Post a Comment