Tuesday, October 31, 2017

KATEKESE BULAN ROSARIO: PENGHORMATAN ISTIMEWA KEPADA BUNDA MARIA

Karena Bunda Maria adalah manusia biasa, bukankah kita tidak perlu menghormatinya secara istimewa?

Bunda Maria memang adalah manusia biasa. Namun, meskipun manusia biasa,  Bunda Maria adalah pribadi yang istimewa, sebab ia bekerja sama dengan rahmat Tuhan untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya bagi umat manusia. Jadi, Bunda Maria dipilih menjadi ibu Tuhan bukan karena jasanya, tetapi pertama- tama karena kehendak dan rahmat Tuhan, yang kemudian ditanggapi oleh Bunda Maria dengan ketaatannya, sehingga Kristus Sang Penyelamat dapat lahir sebagai manusia di dunia. Teladan ketaatan Bunda Maria, yang membuat rencana Allah terhadap seluruh umat manusia dapat terlaksana, itulah yang menjadikan Bunda Maria sebagai seorang yang istimewa dan patut kita hormati.

Bunda Maria dipilih Allah untuk mengandung di dalam rahimnya, Yesus Kristus, yang di dalam-Nya tinggal “seluruh kepenuhan ke-Allah-an secara jasmaniah” (Kol 2:9). Ke-eratan hubungan antara Allah dan manusia yang sedemikian, tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada satupun nabi ataupun tokoh dalam Kitab Suci yang pernah mengandung ‘kepenuhan ke-Allahan’ seperti yang terjadi pada Bunda Maria. Allah mengutus Kristus Putera-Nya dengan mempersiapkan tubuh bagi-Nya (lih. Ibr 10:5). Untuk itu, diperlukan kerjasama yang melibatkan kehendak bebas seorang perempuan -yaitu Perawan Maria- untuk mewujudkan rencana Allah itu, sehingga tanpa benih laki-laki namun oleh kuasa Roh Kudus, Tuhan Yesus dapat menjelma menjadi manusia. Dengan ketaatannya menerima Sabda Allah dalam Kabar Gembira malaikat, Perawan Maria menerima Sang Sabda itu di dalam hatinya dan di dalam tubuhnya, sehingga dengan demikian, ia memberikan Sang Sabda kepada dunia. Persatuan yang erat antara Perawan Maria dengan Kristus Sang Sabda Allah menjadikannya layak dihormati sebagai Bunda Allah dan Bunda Penebus.

Dengan perannya sebagai ibu yang mengandung, melahirkan dan membesarkan Yesus, Sang Putera Allah yang Tunggal yang menjelma menjadi manusia, Bunda Maria menempati tempat yang istimewa dalam sejarah keselamatan. Jadi jika umat Katolik menghormati Maria secara istimewa dibandingkan dengan para orang kudus lainnya, itu disebabkan karena: Allah terlebih dahulu menghormati Maria dengan memilihnya menjadi Bunda Putera-Nya dan telah memenuhinya dengan rahmat agar ia dapat mengemban tugas yang mulia itu (lih. Luk 1:28,35,43);  serta karena Maria telah diberikan oleh Kristus untuk menjadi Bunda umat beriman (lih. Yoh 19:26-27). Sudah seharusnya, kita lebih menghormati ibu kita sendiri di antara semua perempuan di dunia; demikian juga adalah layak jika kita lebih menghormati Bunda Maria di antara semua orang kudus dan tokoh manusia lainnya dalam Kitab Suci. Namun demikian, penghormatan kepada Maria tidak pernah melebihi penghormatan kita terhadap Tuhan.

Dasar Kitab Suci:
Luk 1:28: Salam Maria, penuh rahmat
Luk 1:35: Roh Kudus menaungi Maria, sebab itu Anak yang dilahirkan Maria adalah Anak Allah
Luk 1:43: Maria adalah ibu Tuhan
Yoh 19:26-27: Maria diberikan oleh Tuhan Yesus menjadi ibu bagi murid- murid-Nya
Gal 4:4: Tuhan mengutus Putera-Nya, untuk dilahirkan oleh seorang perempuan

Dasar Magisterium Gereja:
Konsili Vatikan II (1962-1965), Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium (LG):
“Sebab Perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan Bunda Penebus yang sesungguhnya. Karena pahala Putera-Nya, dan dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan, ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi. Namun demikian, sebagai keturunan Adam, ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia memang Bunda para anggota Kristus… karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu”. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus Gereja Katolik menghormatinya dengan penuh rasa kasih-sayang sebagai bundanya yang tercinta. (LG, 53)

Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, begitu pula Tradisi yang terhormat, memperlihatkan peran Bunda Penyelamat dalam tata keselamatan dengan cara yang semakin jelas, dan seperti menyajikannya untuk kita renungkan. Ada pun Kitab-kitab Perjanjian Lama melukiskan sejarah keselamatan, yang lambat laun menyiapkan kedatangan Kristus di dunia. Naskah-naskah kuno itu, sebagaimana dibaca dalam Gereja dan dimengerti dalam terang pewahyuan lebih lanjut yang penuh, langkah demi langkah makin jelas mengutarakan citra seorang perempuan itu, Bunda Penebus. Dalam terang itu ia sudah dibayangkan secara profetis dalam janji yang diberikan kepada leluhur kita yang pertama, yang jatuh berdosa (lih. Kej 3:15). Ia adalah Perawan yang mengandung dan melahirkan seorang Anak laki- laki, yang akan diberi nama Imanuel (lih. Yes 7:14; bdk. Mi 5:2-3; Mat 1:22-23). Dialah yang unggul di tengah umat Tuhan yang rendah dan miskin, yang penuh kepercayaan mendambakan serta menerima keselamatan dari pada-Nya. Dengan dia, sang Puteri Sion yang amat mulia, dan setelah masa penantian yang panjang, genaplah masanya,  dan mulailah tata keselamatan yang baru, ketika Putera Allah mengenakan kodrat manusia daripadanya, untuk membebaskan manusia dari dosa melalui rahasia-rahasia hidup-Nya dalam daging (LG, 55).

Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dulu seorang perempuan mendatangkan maut, sekarang pun, seorang perempuanlah yang mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang Bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia Sang Hidup itu sendiri yang membaharui segalanya, dan yang oleh Allah dianugerahkan kurnia-kurnia yang layak bagi tugas seluhur itu. Maka tidak mengherankan, bahwa di antara para Bapa suci menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus. Perawan dari Nasaret itu sejak saat pertama dalam rahim dikaruniai dengan semarak kesucian yang istimewa. Atas titah Allah ia diberi salam oleh Malaikat pembawa Warta dan disebut “penuh rahmat” (Luk 1:28). Kepada utusan dari sorga itu ia menjawab: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38). Demikianlah Maria Puteri Adam menyetujui sabda ilahi, dan menjadi Bunda Yesus. Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada Pribadi serta karya Putera-Nya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah pandangan para Bapa suci, bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan oleh Allah, melainkan bekerja sama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta kepatuhannya yang bebas. Sebab, seperti dikatakan oleh St. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia”. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati menyatakan bersama St.Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya”. Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” (LG, 56).

Katekismus Gereja Katolik 484, 488, 490:
KGK 484        Pewartaan kepada Maria membuka “kegenapan waktu” (Gal 4:4): Janji-janji terpenuhi, persiapan sudah selesai. Maria dipanggil supaya mengandung Dia, yang di dalam-Nya akan tinggal “seluruh kepenuhan ke-Allah-an secara jasmaniah” (Kol 2:9). Jawaban ilahi atas pertanyaan Maria: “Bagaimana mungkin hal itu terjadi karena aku belum bersuami?” (Luk 1:34) menunjukkan kekuasaan Roh: “Roh Kudus akan turun atasmu” (Luk 1:35).

KGK 488        “Tuhan telah mengutus Putera-Nya” (Gal 4:4). Tetapi supaya menyediakan “tubuh bagi-Nya” (Ibr 10:5), menurut kehendak-Nya haruslah satu makhluk bekerja sama dalam kebebasan. Untuk tugas menjadi ibu Putera-Nya, Allah telah memilih sejak kekal seorang puteri Israel, seorang puteri Yahudi dari Nasaret di Galilea, seorang perawan, yang “bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud: nama perawan itu Maria” (Luk 1:26-27). “Adapun Bapa yang penuh belas kasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dulu seorang perempuan mendatangkan maut, sekarang pun seorang  perempuanlah yang mendatangkan kehidupan” (LG 56, Bdk. LG 61).

KGK 490        Karena Maria dipilih menjadi bunda Penebus, “maka ia dianugerahi karunia-karunia yang layak untuk tugas yang sekian luhur” (LG 56). Waktu pewartaan, malaikat menyalaminya sebagai “penuh rahmat” (Luk 1:28). Supaya dapat memberikan persetujuan imannya kepada pernyataan panggilannya, ia harus dipenuhi seluruhnya oleh rahmat Allah.

Sumber: katolisitas.org

Monday, October 30, 2017

Doa Indulgensi

Mulai 1 November  doakan anggota keluarga yg sudah wafat supaya mendapat indulgensi penuh. Harus berdoa mulai hari  (1 Nov) sampe tgl 8 Nov. (Kasih tau keluarga lain).. Jangan lowong.

Doanya:

Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin.

Bapa yang maharahim, percaya akan kasih-Mu yang tanpa batas, bersama seluruh Gereja-Mu, pada hari ini kami mohon dengan sangat lepaskanlah ... (nama2 yg didoakan.)
dari segala hukuman atas dosa-dosa mereka. Perkenankan mereka semua memasuki hidup abadi yang terang dan bahagia di Surga mulia, dan perkenankan mereka memandang kemuliaan cahaya wajah-Mu. Ini semua kami mohon di dalam Kristus Putra-Mu dan pengantara kami, kini dan sepanjang masa. Amin

Aku percaya .... (1X)
Bapa Kami ... (1 X)

Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin.

Menjadi Bahagia

::: Homili dari Sri Paus Franciskus :::
*di terjemahkan oleh Rm. Ignatius Ismartono,SJ

Engkau mungkin memiliki kekurangan, merasa gelisah dan kadangkala hidup tidak tenteram, namun jangan lupa hidupmu adalah sebuah proyek terbesar di dunia ini.
Hanya engkau yg sanggup menjaga agar tidak merosot. Ada banyak org membutuhkanmu, mengagumimu dan mencintaimu. ��

Aku ingin mengingatkanmu bahwa menjadi bahagia bukan berarti memiliki
• Langit tanpa badai, atau
• Bekerja tanpa merasa letih
• Hubungan tanpa kekecewaan

Menjadi bahagia adalah ��
• mencari kekuatan untuk memaafkan
• mencari harapan dalam perjuangan
• mencari rasa aman disaat ketakutan
• mencari kasih di saat perselisihan

Menjadi bahagia bukan
• hanya menyimpan senyum, tetapi juga mengolah kesedihan
• hanya mengenang kejayaan, melainkan juga belajar dari kegagalan
• hanya bergembira karen menerima tepuk tangan meriah, tetapi juga bergembira meskipun tak ternama

Menjadi bahagia adalah mengakui bahwa hidup ini berharga, meskipun banyak tantangan, salah paham dan saat-saat krisis. ��

Menjadi bahagia bukanlah sebuah takdir, yang tak terelakkan, melainkan sebuah kemenangan bagi mereka yg mampu menyongsongnya dengan menjadi diri sendiri. ��

Menjadi bahagia berarti berhenti memandang diri sebagai korban dari berbagai masalah, melainkan menjadi pelaku dalam sejarah itu sendiri

Menjadi bahagia adalah mengucap syukur setiap pagi atas mujizat kehidupan. ��

Menjadi bahagia bukan merasa takut atas perasaan kita, melainkan bagaimana membawa diri kita untuk menanggungnya dengan berani ketika diri kita di tolak.

Untuk memiliki rasa mantap ketika di kritik meskipun kritik itu tidak adil.

Dengan mencium anak - anak, merawat orang tua, menciptakan saat - saat indah bersama sahabat, meskipun mereka pernah menyakiti kita.

Menjadi bahagia berarti memiliki kedewasaan untuk mengaku "Saya salah" dan memiliki keberanian untuk berkata "maafkan saya"

Dan engkau akan mengerti bahwa kebahagiaan bukan berarti memiliki kehidupan yang sempurna melainkan menggunakan airmata untuk menyirami toleransi, menggunakan kehilangan untuk lebih memantapkan kesabaran, kegagalan untuk mengukir ketenangan hati, penderitaan untuk dijadikan landasan kenikmatan, kesulitan untuk membuka jendela kecerdasan.

Jangan menyerah,
Jangan berhenti mengasihi orang - orang yang engkau cintai...
Jangan menyerah untuk menjadi bahagia
Karena kehidupan adalah sebuah pertunjukan yang menakjubkan.

Dan engkau adalah seorang manusia yang luarbiasa .

Sunday, October 29, 2017

Pupuklah Kebaikan dalam Dirimu

RP. Yos Ivo Sinaga OFM. Cap.

“Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Apa yang kamu tanam itu juga yang akan kamu tuai. Pupuklah kebaikan dalam dirimu dengan kelemah lembutan, siramilah dengan kasih dan kamu akan menuai kebahagiaan,”

Hidup berjalan berdasarkan rencana Allah. Dia telah menata dan mengatur sejarah hidupmu kini dan yang akan datang. Bahkan sebelum lahir Ia telah mengenalmu. Hal yang indah dan terpenting dalam hidupmu ialah bahwa Allah telah penuh perhitungan “menempatkanmu” sebagai penghuni dunia ini dan dia selalu mengiringi langkah hidupmu. Dan hal terindah lagi bahwa Allah akan tetap mengasihimu walau bagaimanapun keadaan dirimu. Bahkan dosa sekali pun tidak akan mampu menghalangi kasih, rahmat dan berkat-Nya untukmu.

Para sahabat terkasih berjuanglah menjadi orang baik dan kamu bisa kalau anda mau. Muatan baik dalam artian penuh pengertian, pemahaman, penuh kelemah lembutan, dan kerendahan hati. Kebaikan itulah yang akan menghantarmu kepada kebahagiaan sejati yang telah dijanjikan Allah. Pupuklah kebaikan itu dalam dirimu. Ibu Teresa mengatakan, “Tidak semua orang mampu melakukan hal besar tetapi semua orang mampu melakukan hal kecil dengan cinta besar.”

Ada beberapa cara memupuk kebaikan dalam diri. Pertama ialah hargailaj dirimu sebagai ciptaan Allah yang baik dan luhur maka kamu juga akan menghargai orang lain. Kasihilah juga dirimu sendiri karena Ia, penciptamu juga mengasihimu, dengan itu juga kamu akan tergerak untuk mengasihi sesamamu. Dan juga cintailah dirimu karena itu akan menjadi kekuatanmu untuk menjadi pribadi yang berguna bukan hanya untukmu tetapi juga orang lain.

Kedua, pupuklah pemikiran positif terhadap sesama. Dengan jalan ini anda tidak akan merendahkan sesama. Ingatlah setiap orang punya kekurangan dan kelebihan. Karena itu sebelum menilai orang lain hendaknya kita lebih dahulu melihat diri. Ketika kita menunjuk orang lain dengan satu jari, beberapa jari yang lain terarah dan menunjuk diri kita sendiri.

Ketiga, kalau anda belum mampu menjadi sahabat bagi orang lain sekurang-kurangnya jangan menjadi musuh yang menjadi batu sandungan. Kalau anda belum mampu menghibur sesama sekurang-kurangnya jangan membuatnya sedih dan menangis. Kalau anda belum mampu memujinya dengan tulus jangan bergembira dan menari di atas penderitaan sesama. Dan kalau anda tidak mau membantu maka janganlah menambah beban hidup orang lain. Siapa yang menanam kebaikan akan menuai kebaikan karena apa yang ia tanam itu juga yang ia tuai. Atau dengan kata ekstrim, siapa yang menabur angin akan menuai badai, atau apa yang kamu tanam itu juga yang akan kamu tuai. (Galatia 6;7)

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mateus 5;16)

KUKENANG ROSARIO ITU SEUMUR HIDUP

Tidak terasa sudah lima tahun aku menjadi pastor kepala Paroki Darah Mulia di Muenchen Bogenhausen Jerman. Pengalaman yang paling rutin adalah dipanggil untuk membantu orang-orang sakit. Pastoran paroki ini memang letaknya sangat strategis, yakni di tengah-tengah 4 klinik. Kadang-kadang larut malam bel di pintu berbunyi atau terdengar dering telepon minta bantuan untuk orang sakit.

Pada suatu malam aku sudah selesai berdoa dan siap-siap untuk tidur. Lampu kamar sudah di padamkan, tiba-tiba kedengaran bel telpon. Sebelum dua kali dering aku sudah angkat. “Ini dari klinik Schreiber. Ada seorang pasien yang sedang sekarat. Kiranya pastor bersedia datang untuk memberikan Sakramen Orang Sakit.”

Aku mencoba mengusir rasa kantuk karena sepanjang hari sudah melayani berbagai kepentingan umat. Seharusnya malam itu aku ingin beristirahat. Namun demi jiwa-jiwa aku pergi juga. Tidak lupa aku sediakan keperluan sakramen orang sakit seperti minyak suci, stolla dan juga salib. Aku genjot sepeda tua milik pastoran melintasi malam yang begitu dingin menuju rumah sakit. Seorang pria terbaring lesu. Matanya sebentar-sebentar ia buka tapi tatapannya hampa. Isteri dan puteranya sabar menunggu dan merasa lega ketika melihat pastor sudah datang. Juru rawat memang sudah memberitahukan kondisi si sakit. Tidak ada harapan, karena itu pastor diminta datang untuk memberi pertolongan terakhir.

Kondisi badannya lemah, di pergelangan tangan masih ditempel infus dan botol infus masih tergantung dengan isinya tinggal separoh. Ia sepertinya sudah pasrah, harapan untuk hidup sudah tidak ada, pihak rumah sakit  juga sudah angkat tangan.

Kepada mereka yang menunggu aku minta agar menyingkir karena aku ingin berduaan dengan si sakit. Kepadanya aku memberi bisikan mengenai harapan akan akhirat. Dan sebelum memberikan sakramen minyak suci aku mendengar pengakuannya, ia masih bisa mengucapkannya, walaupun dengan kata yang terpatah-patah. Setelah itu nampaknya wajah si pasien mulai agak tenang. Kini ia siap menghadap penciptanya.

Setelah semua perabotan sakramen aku masukkan ke dalam tas, aku pamit, tetapi tanganku dipegang isterinya, ia memandang dengan mata yang penuh harapan. “Pastor tolong tinggal sebentar lagi untuk berdoa bersamaku demi keselamatan suamiku ini” katanya sambil mengeringkan air matanya dengan sepotong tisu. Aku meletakkan kembali tasku dan mengeluarkan rosario.

Sekali lagi aku memandang si sakit, apa tidak salah? Jelas-jelas sudah tidak ada harapan. Untuk apa berdoa demi kesembuhannya lagi ? Apa lagi waktu itu sudah lewat tengah malam, mereka sendiri sudah lelah, perlu istirahat.

Tapi, supaya tidak berlaku tidak ramah pada ibu itu, aku berkata: ”Baiklah, mari kita berdoa rosario bersama-sama.” Anaknya juga mengeluarkan rosario, kami bertiga berlutut di kamar di samping pembaringan si sakit dan berdoa. Aku tak akan pernah melupakan doa rosario itu seumur hidupku. Setelah setiap persepuluhan, sang isteri, yang menurut saya adalah seorang wanita yang saleh dari Schwaebing itu menambahkan doa permintaan yang diucapkannya penuh kekhusukan. “Bunda Allah, tolonglah suamiku! Biarlah pasanganku yang tercinta ini sembuh kembali. Aku memohonkannya kepada-Mu !”

Kami menyelesaikan seluruh rosario bersama-sama, lima belas kali sepuluh Salam Maria dan 15 kali Bapa Kami. Sebelum pamit, aku masih memperhatikan keadaan si sakit. Tidak ada perubahan, ia dalam keadaan pasrah untuk menghadapi saat-saat terakhir hidupnya, matanya tenang dan wajahnya juga tenang.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali, bel di pastoran berdering, putera orang sakit yang didoakan semalam itu berdiri di depan pintu, aku pikir pasti ia mau memberitahukan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia dan minta untuk membuatkan upacara pemakaman. Ternyata tidak, dengan wajah yang berseri, ia mengatakan bahwa ayahnya pagi ini nampak segar dan minta bila pastor hari ini tidak ada halangan, tolong datang ke klinik, bapanya ingin bertemu dan ingin menyampaikan sesuatu.

Aku segera pergi, ketika memasuki ruang sakit, aku sepertinya tak dapat mempercayai mataku, benarkah orang yang terbaring itu si sakit yang mendapat Sakramen Orang Sakit semalam ? Ia membuka matanya, tersenyum sambil mengulurkan tangannya, ia nampak gembira sepertinya tidak pernah mengalami saat-saat gawat menjelang kematian.

Di lorong rumah sakit aku bertemu dengan dokter yang menangani dia, dokter itu juga kaget dan heran, ia mengatakan bahwa selama pengalaman prakteknya, ia belum pernah melihat peristiwa seperti itu.

Oleh : P.Karl Maria Harrer

MENGAPA KAMU SEORANG KATOLIK?


oleh Pater William P. Saunders

Pertanyaan:

Terkadang saya bertemu dengan orang-orang yang mengatakan, "Oh, saya dulu seorang Katolik." Kemudian mereka bertanya, "Mengapakah kamu tetap tinggal dalam Gereja Katolik?" Mohon jawaban yang baik untuk menanggapi pertanyaan "Mengapa kamu seorang Katolik?"

Tanggapan:

Setiap orang Katolik sepatutnya dapat memberikan suatu jawaban yang mantap dan mendalam atas pertanyaan, "Mengapa kamu seorang Katolik?" Tentu saja, bagi tiap-tiap invidivu, jawabannya bersifat amat pribadi dan mungkin agak berbeda dari jawaban orang lain.

Saya harap, tak seorang pun dari kita yang telah dewasa akan sekedar menjawab, "Yah, karena orang tua membaptisku Katolik" atau "Aku dibesarkan secara Katolik" atau "Keluargaku semuanya Katolik." Bukan. Bagi masing-masing kita, jawabannya haruslah pribadi, dari lubuk hati dan penuh keyakinan.

Saya akan memberikan jawaban saya atas pertanyaan ini.

*Pertama-tama*, saya akan mengatakan bahwa saya seorang Katolik karena *inilah Gereja yang didirikan Yesus Kristus*. Sejarawan paling ahli sekali pun akan harus mengakui bahwa Gereja Kristen pertama yang ada sejak jaman Kristus adalah Gereja Katolik Roma. Perpecahan besar pertama dalam kekristenan baru muncul pada tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel berselisih dengan paus atas siapa yang lebih berwenang; sang Patriark mengekskomunikasi paus, yang ganti mengekskomunikasi Patriark, dan lahirlah Gereja-gereja "Orthodox". Kemudian, pada tahun 1517, Martin Luther memicu gerakan Protestan, dan ia diikuti oleh Calvin, Zwingli, dan Henry VIII. Sejak itu, Protestanisme telah terpecah-pecah menjadi banyak Gereja-gereja Kristen lainnya.

Namun demikian, satu-satunya Gereja dan Gereja Kristen pertama yang didirikan Kristus adalah Gereja Katolik. Pernyataan ini tidak berarti bahwa tidak ada kebaikan dalam Gereja-gereja Kristen lainnya. Tidak pula berarti bahwa orang-orang Kristen lainnya tidak dapat masuk surga. Tetapi, sungguh berarti bahwa ada sesuatu yang istimewa mengenai Gereja Katolik. Konsili Vatican II dalam "Konstitusi Dogmatis tentang Gereja" memaklumkan bahwa *KEPENUHAN dari sarana-sarana keselamatan ada dalam Gereja Katolik sebab inilah Gereja yang didirikan Kristus (No. 8)*.

*Alasan kedua* mengapa saya seorang Katolik ialah karena *Suksesi Apostolik. Yesus mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul*. Ia memberikan otoritas khusus kepada Petrus, yang disebut-Nya sebagai "batu karang" dan kepada siapa Ia mempercayakan kunci Kerajaan Allah. Sejak jaman para rasul, otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Imamat dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita sendiri, andai mau, dapat menelusuri kembali otoritasnya sebagai seorang uskup hingga ke jaman para rasul. Dalam tahbisan imamat yang suci, Bapa Uskup menumpangkan tangannya ke atas kepala calon imam yang akan ditahbiskan. Dalam saat khidmad itu, suksesi apostolik diwariskan. Dalam terang iman, orang dapat melihat bukan saja Bapa Uskup, melainkan St. Petrus dan St. Paulus, bahkan Yesus Sendiri, menyampaikan tahbisan suci. *Tidak ada uskup, imam ataupun diakon dalam Gereja kita yang menahbiskan dirinya sendiri atau memproklamirkan dirinya sendiri; tetapi otoritas itu berasal dari Yesus Sendiri dan dijaga oleh Gereja*.

*Alasan ketiga* mengapa saya seorang Katolik adalah karena *kita percaya akan kebenaran, yakni kebenaran mutlak yang diberikan oleh Tuhan Sendiri*. Kristus menyebut Diri-Nya sebagai "jalan dan kebenaran dan hidup" (Yoh 14:6). Ia menganugerahkan kepada kita Roh Kudus, yang disebut-Nya Roh Kebenaran (Yoh 14:17), yang akan mengajarkan segala sesuatu kepada kita dan yang akan mengingatkan kita akan semua yang telah Ia ajarkan (Yoh 14:26). Kebenaran Kristus telah dipelihara dalam Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam "Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi" memaklumkan bahwa, "segala sesuatu, yang dinyatakan oleh para pengarang yang ilhami atau hagiograf (penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus, maka harus diakui, bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam kitab-kitab suci demi keselamatan kita" (No. 11). Kebenaran ini terus dipelihara dan diterapkan pada suatu masa dan budaya tertentu oleh magisterium, yakni otoritas mengajar Gereja. Sementara kita menghadapi berbagai macam issue seperti bioetika atau euthanasia - masalah-masalah yang tak pernah dibicarakan secara spesifik dalam Kitab Suci - betapa beruntungnya kita mempunyai Gereja yang mengatakan "Cara hidup seperti ini adalah benar atau cara ini salah menurut kebenaran Kristus." Tak heran, Gereja Katolik menjadi berita utama di surat-surat kabar; kita adalah satu-satunya Gereja yang berpendirian tegas dan mengatakan, “Ajaran ini adalah benar selaras dengan pemikiran Kristus.”

*Alasan lain* mengapa saya seorang Katolik adalah *karena sakramen-sakramen kita*. Kita percaya akan ketujuh sakramen yang dianugerahkan Yesus kepada Gereja. Masing-masing sakramen menangkap suatu unsur penting dari kehidupan Kristus, dan melalui kuasa Roh Kudus mendatangkan bagi kita keikutsertaan dalam kehidupan ilahi Allah. Sebagai contoh, coba renungkan betapa anugerah mahaberharga kita boleh menyambut Ekaristi Kudus, Tubuh dan Darah Tuhan kita, atau menyadari bahwa dosa-dosa kita telah sungguh diampuni dan jiwa kita dipulihkan setiap kali kita menerima absolusi dalam Sakramen Tobat.

Dan yang *terakhir*, saya seorang Katolik *karena orang-orang yang membentuk Gereja*. Saya mengenangkan begitu banyak para kudus: St Petrus dan St Paulus yang memelihara agar Injil hidup pada masa-masa awali. Pada masa penganiayaan Romawi, para martir awal Gereja—seperti St. Anastasia, St. Lusia, St. Yustinus atau St. Ignatius dari Antiokhia, yang pada tahun 100 menyebut Gereja "Katolik"—membela iman dan menderita aniaya maut karenanya. Pada Abad-abad Kegelapan, ketika banyak hal sungguh "gelap", memancarlah terang yang benderang dari St. Fransiskus, St. Dominikus dan St. Katarina dari Siena. Pada masa gerakan Protestan, ketika bidaah mengoyak Gereja, Gereja dibela oleh St. Robertus Bellarminus dan St. Ignatius Loyola, para reformator sejati. Saya berpikir mengenai para kudus yang hidup di jaman kita, seperti Moeder Teresa atau Paus Yohanes Paulus II, yang dari hari ke hari melakukan karya kudus Allah. Ada begitu banyak para kudus yang mengilhami masing-masing kita untuk menjadi warga Gereja yang baik.

Tetapi ada mereka-mereka yang lain juga. Pada waktu Misa, arahkanlah pandangan ke sekeliling gerejamu. Lihatlah pasangan-pasangan suami isteri yang berjuang untuk mengamalkan Sakramen Perkawinan dalam abad yang memperturutkan hawa nafsu dan perselingkuhan. Lihatlah orang-orangtua yang rindu mewariskan iman kepada anak-anak mereka. Lihatlah kaum muda yang berjuang untuk mengamalkan iman kendati dunia yang penuh pencobaan. Lihatlah kaum lanjut usia yang tetap setia kendati perubahan-perubahan dalam dunia dan Gereja. Lihatlah para imam dan kaum religius yang membaktikan hidup mereka demi melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Ada begitu banyak orang yang membentuk Gereja kita.

*Ya, tak seorang pun sempurna. Kita berdosa. Itulah sebabnya mengapa salah satu doa terindah dalam Perayaan Misa dipanjatkan sebelum tanda damai; kita berdoa, "Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu." Ya, kendati segala kelemahan manusia, Gereja, sebagai lembaga yang didirikan oleh Kristus, terus melaksanakan misi-Nya di dunia ini.*

Singkat kata, itulah alasan-alasan mengapa saya seorang Katolik dan seorang warga Gereja Katolik Roma. Alasan-alasan ini bukanlah asal. Melainkan, mencerminkan permenungan mendalam dan pergulatan, setelah dibaptis Katolik, setelah melewatkan masa pendidikan di sekolah St Bernadette, setelah lulus dari SMA West Springfield, dan setelah pergumulan sengit dengan iman sepanjang hari-hari perkuliahan di William and Mary dan kemudian di Seminari. Saya harap setiap orang Katolik dapat dengan bangga memberikan suatu jawaban yang jelas dan mendalam atas pertanyaan, "Mengapa kamu seorang Katolik?"

******************************

Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.

Sumber: "Straight Answers: 'Why Are You A Catholic?'" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1997 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.
http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id139.htm